Senin, 15 Juli 2013

BERSEPEDA GELAP - GELAPAN KE GUNUNG GELAP DAN MENDAKI GUNUNG PAPANDAYAN (bag Il)

Area parkir Pos Pendakian  Gunung Papandayan

Malas untuk bangun dari tidur dan keluar dari tenda, rasa lelah perjalanan semalam masih terasa. (06/07/13) Pagi itu satu persatu mobil bak berdatangan membawa para pendaki, dan teman - teman yang saya tunggu tiba jam 08.00, Andi Triplek, Ryan, Gepeng dan ada 5 teman baru yang baru kenal ditempat Dea, Ika, Icha dan  2 orang Jelle dari Belanda dan Taijin dari China.

Lapor diri ke ranger volunteer setempat serta izin menitip sepeda dipos, berkoordinasi dengan mang Komik yang akan menjadi guide kita selama pendakian. Pagi itu cukup banyak pendaki yang akan naik ke atas, dengan pertimbangan cuaca pagi yang masih mendung diselimuti kabut, serta ramenya para pendaki yang naik ke atas, kami memutuskan berangkat siang dan beristirahat dulu. Sepertinya Taijin sudah tidak sabar ingin naik karena dari area parkir sudah terlihat kawah baru, akhirnya dia memilih naik ke menara pandang untuk mengambil gambar.

kawah baru sejajar tingginya dengan area parkir
trek pendakian
Jam 11.00 kita memulai pendakian, tujuan pertama adalah kawah baru dan sepanjang jalan mata kita dimanjakan dengan landscape yang indah tebing tinggi hijau disisi kiri jalan, berjalan membelah daerah bekas letusan menjadi sensasi tersendiri, bau belerang terabaikan karena indahnya pemandangan sepanjang jalan. tidak perlu lama tiba kami di kawah baru, tidak mau menyia - nyiakan waktu saya dan teman - teman mengeluarkan senjata dan membidik sasaran yang harus didokumentasikan. keuntungan kami berangkat siang adalah kami tidak perlu mengantri diperjalanan dan bebas memotret tanpa terhalang kelompok pendaki yang lain, nyaris siang itu hanya kami di sana, mungkin pendaki yang lain sudah ada yang mendirikan kemah di Pondok Saladah.


kawah baru
Setelah puas di Kawah Baru kami melanjutkan perjalanan menuju Pondok Saladah, saat melintasi daerah Kawah Emas dan Kawah Manuk kabut turun cukup tebal bercampur uap air panas, sedikit menyulitkan perjalanan, bersyukur perjalanan kami dipandu Mang Komik jadi tidak perlu berputar - putar di daerah kawah. selanjutnya kami lewat bekas longsoran letusan tahun 2002, selepas itu tiba di punggungan bukit, jalannya cukup lebar bisa dilewati mobil, sebenarnya memang ada jalan yang dibuat sejak jaman Belanda yang tembus sampai ke Pangalengan, karena berkali - kali terjadi letusan akhirnya banyak jalan yang terputus. Hanya penduduk lokal yang berani melintasi kawah menggunakan sepeda motor.


Melintasi kawah emas

Tiba di Pondok Salada jam 15.00, sudah penuh dengan tenda para pendaki hampir tidak ada area kosong untuk berkemah. Untungnya mang Komik sudah menyuruh salah satu temannya berangkat terlebih dahulu membawa tenda dan memasangnya dekat dengan sumber air, saat kami memasang tenda hujan turun cukup derasnya, tenda dan flysheet selesai berdiri lanjut memasak, menu istimewa sore ini adalah pempek! ya pempek, Dea niat banget bawa pempek ke Gunung.

Malam harinya cuaca cukup bersahabat dan hangat, menu makan malam hari itu adalah ayam bakar, terhitung istimewa untuk pendakian kita bisa makan ayam bakar,  untuk mengisi waktu dan menghangatkan tubuh, kami bermain ABC 5 dasar dan truth or dare, kami menjadi saling akrab yang sebelumnya ada beberapa teman yang belum saya kenal, ditambah malam itu Indra menyusul langsung ke Pondok Salada dari Jakarta, malam itu saya, Indra, Gepeng, Ryan dan Jelle tidur diluar tenda ditemani hangatnya api unggun.

Pagi - pagi sekali kami sudah bangun, kami berencana hunting sunrise, bergegas kami berjalan menuju pintu angin, tidak ingin kesiangan untuk memotret momen matahari terbit.



Setibanya ke tenda kami memasak mie instant untuk sarapan dilanjutkan packing  dan bongkar tenda, Hari ini minggu (07/07/13) kami akan turun ke area parkir dengan rute melintasi hutan mati. 
 
Padang Edellweis di Pondok Salada

Perkemahan pendaki di Pondok Salada

Hutan Mati

Hutan Mati

Hutan Mati
Setiba di pos pendakian kami beristirahat makan siang, saya menyiapkan sepeda untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta, bongkar muatan dari backpack dan packing ulang muatan pannier, setelah berpamitan dengan teman - teman, saya melanjutkan perjalanan sepeda ke Jakarta, rencananya hari ini saya akan bersepeda sampai Bandung dan bermalam di rumah teman. Tiba dirumah teman di Sarijadi jam 24.00 bermalam disana untuk besok pagi melanjutkan gowes ke Jakarta.

(08/07/13) Bareng teman saya berangkat ke kantor, saya melanjutkan perjalanan ke Jakarta dengan rute Padalarang - Cianjur - Puncak - Bogor, di Cipatat saya bertemu Jeremy Scott petualang sepeda dari New zealand, dia memulai bersepeda dari Inggris melintasi daratan Eropa dan Asia dan dilanjutkan ke benua Australia dan akan berakhir di New Zealand, selama 1 tahun lebih dia telah menempuh jalan darat sejauh 36.952 km.


Bersama Jeremy Scott


Di kota Cianjur hari sudah sore, perjalanan selanjutnya ke Puncak akan menanjak, saya mengambil keputusan carter angkot sampai Puncak Pass, selain menghemat waktu juga fisik ini sudah sangat lelah untuk melanjutkan gowes dengan jalan yang menanjak, saya tidak ingin memaksakan karena esok pagi harus kembali bekerja. 

Di Base camp komunitas MTB warung Mang Ade Puncak Pass, saya kembali beristirahat, segelas kopi hitam dan 2 butir telur ayam kampung untuk menambah energi melanjutkan gowes ke Jakarta, jam 17.00 saya lanjutkan perjalanan yang tinggal turun sampai kota Bogor, membelah kemacetan puncak. Tiba rumah dirumah tengah malam dengan selamat waalfiat tanpa kurang satu apapun.
Warung Mang Ade, Puncak Pass

2 buah telur ayam kampung

Loading







Minggu, 14 Juli 2013

BERSEPEDA GELAP - GELAPAN KE GUNUNG GELAP DAN MENDAKI GUNUNG PAPANDAYAN (bag I)


Persiapan loading ke bagasi bis Primajasa
Sepeda saya parkir tepat disamping bis Primajasa jurusan Lebak bulus - Garut, setelah memberitahu kondektur bis agar sepeda saya dapat dimasukan kedalam bagasi samping, wheelset depan belakang, pannier - pannier depan belakang saya lepas dan seatpost sadle saya pendekkan agar sepeda dapat masuk kedalam bagasi, hanya handlebar bag yang tidak masuk kedalam bagasi karena berisi dompet, hp dan kamera.

Kamis pagi 4 Juli 2013 itu saya akan ke kota Garut, berawal rencana bersama teman - teman mau naik Gunung Papandayan di tanggal 6-7 Juli 2013, karena saya kerja dengan sistem shift dan ditanggal tersebut saya jadwal masuk akhirnya bisa libur dengan bertukaran shift sedangkan ditanggal 4-5 Juli saya memang libur, kepikiran berangkat duluan untuk main sepeda dulu dari kota Garut menuju Pameungpeuk dilanjutkan  kekaki Gunung Papandayan dan bersepeda pulang sampai Jakarta.

Pannier - pannier saya isi dengan pakaian ganti, kunci - kunci sepeda, sparepart sepeda seperti ban dalam, karet rem dan penambal ban serta perlengkapan hidup di alam bebas (tenda, matras, sleeping bag dan kompor lapangan) bukan tanpa alasan saya membawa perlengkapan hidup di alam bebas karena saya memang berniat bike camping.

Tiba di Terminal Guntur hari itu siang pukul 14.30 butuh 6,5 jam perjalanan di bis Jakarta - Garut, keluarkan sepeda dari bagasi dan menyetel Wheelset depan belakang serta memasang pannier -pannier ke sepeda, saat mensetting sepeda sempet dikerubungi tukang ojek, tukang becak, kuli panggul dan calo angkot, ada pertanyaan dari tukang becak "gak cape dan berat membawa sepeda dengan beban jarak jauh" sebetulnya pertanyaan itu lebih pantas saya tanyakan kepada bapak tukang becak tersebut, berat becak jelas jauh lebih berat dari sepeda saya yang dipenuhi pannier dan dia masih mampu beban penumpang lebih dari satu orang.

Seusai makan siang yang dirapel makan pagi karena pagi tidak sempat sarapan, pukul 15.30 saya mulai mengayuh ke arah selatan dari kota Garut menuju Pameungpeuk pesisirnya pantai selatan Kabupaten Garut, perjalanan rata - rata menanjak, melewati Kecamatan Bayongbong hari mulai gelap, istirahat cukup lama untuk mengatur ulang rencana perjalanan selanjutnya, karena perjalanan bersepeda malam besar resikonya bukan hanya faktor lalu lintas dan alam tapi faktor fisik juga harus diperhitungkan, bersepeda tidak bisa disamakan dengan mengendarai kendaraan bermotor, fisik merupakan faktor yang vital. 

Persawahan yang menguning dengan latar belakang Gunung Cikuray sedikit tertutup awan


Sepakat dengan diri sendiri malam ini saya tetap melanjutkan perjalanan dengan segala resiko yang akan saya ambil, melihat kondisi dan waktu saya memutuskan tidak bersepeda sampai Pameungpeuk tapi hanya sampai Gunung Gelap. Pukul 19.00 saya sampai di pertigaan alun - alun kecamatan Cisurupan belok ke kiri melanjutkan  ke arah ke Pameungpeuk dan lurus ke arah kaki Gunung Papandayan, sangat menggoda untuk bermalam disini untuk esok paginya melanjutkan ke kaki Gunung Papandayan, tapi tidak. kembali ke rencana awal melanjutkan perjalanan, sama seperti sebelumnya perjalanan terus menanjak, 2 jam berikutnya sampai saya di Kecamatan Cikajang.

Jika naik gunung makin kepuncak vegetasi akan semakin jarang, sama dengan perjalanan selanjutnya akan semakin jarang rumah dilanjutkan dengan perkebunan teh dan akhirnya harus membelah gelapnya Gunung Gelap. pukul 22.00 saya mampir dirumah makan untuk makan malam dan melulurkan dengkul ini dengan krim pereda rasa nyeri, dengkul ini terasa sakit karena bekerja terlalu berat harus menahan berat bobot saya yang mencapai 90 kg, sebelumnya saya pernah punya pengalaman bersepeda dari jakarta ke Bandung, tiba di Bandung kaki ini tidak kuat jalan karena terlalu memaksakan mengayuh.

Informasi didapat dari pemilik warung jalan menanjak tinggal 2 km patokannya Batu Tumpang dan selepas itu jalanan akan menurun terus, lega rasanya. dingin, sepi, gelap dan rasa takut menghantui karena bersepeda dimalam hari, hanya sesekali kendaraan bermotor melintas sebagai hiburan. Setengah jam berlalu tiba di Batu Tumpang selepas itu jalanan terus menurun nyaris tanpa pedaling, jam 23.00 tiba di Gunung Gelap, syukur tak terkira hari ini dapat mengakhiri perjalanan dengan selamat tiba dirumah nenek.

Pemandangan dari teras rumah dengan latar belakang Gunung Bongkok

Aktifitas nenek sedang membuat gula aren


Jumat esok paginya saya mengatur kembali rencana perjalanan, sepertinya harus melupakan untuk melanjutkan bersepeda ke Pameungpeuk, menimbang fisik ini masih harus bersepeda menanjak kembali melalui rute semalam hingga Batu Tumpang dan menurun selepas Batu Tumpang sampai Alun - alun Kecamatan Cisurupan dan melanjutkan naik ke atas pos pintu masuk pendakian Gunung Papandayan.

Setelah sarapan dengan menu yang sederhana yang belum tentu saya temukan dijakarta sayur kacang merah, lalap daun pakis - pakisan, ikan asin peda bakar dan sambal bangar buatan nenek yang bikin semangat ini semakin pedas untuk melanjutkan perjalanan, berpamitan dengan nenek dibekali doping gula merah. pukul 09.30 saya lanjutkan perjalanan 

Teras rumah nenek
Makan siang di Batu Tumpang dengan menu ayam goreng dadakan dan tidak lupa sambal dan lalapannya, cukup lama istirahat disini untuk mengatur tenaga setelah jalan yang terus menanjak sebelumnya. Sepanjang jalan dari Gunung Gelap saya sangat menikmati menghirup udara segar pegunungan, jauh dari bising lalu lintas dan hawa sejuk yang tidak mungkin saya dapatkan di Jakarta, pantas jika Garut disebut Swiss Van Java.

membelah Gunung Gelap


 
langit biru pegunungan sepanjang mata memandang

 
Batu Tumpang


Add caption