Minggu, 14 Juli 2013

BERSEPEDA GELAP - GELAPAN KE GUNUNG GELAP DAN MENDAKI GUNUNG PAPANDAYAN (bag I)


Persiapan loading ke bagasi bis Primajasa
Sepeda saya parkir tepat disamping bis Primajasa jurusan Lebak bulus - Garut, setelah memberitahu kondektur bis agar sepeda saya dapat dimasukan kedalam bagasi samping, wheelset depan belakang, pannier - pannier depan belakang saya lepas dan seatpost sadle saya pendekkan agar sepeda dapat masuk kedalam bagasi, hanya handlebar bag yang tidak masuk kedalam bagasi karena berisi dompet, hp dan kamera.

Kamis pagi 4 Juli 2013 itu saya akan ke kota Garut, berawal rencana bersama teman - teman mau naik Gunung Papandayan di tanggal 6-7 Juli 2013, karena saya kerja dengan sistem shift dan ditanggal tersebut saya jadwal masuk akhirnya bisa libur dengan bertukaran shift sedangkan ditanggal 4-5 Juli saya memang libur, kepikiran berangkat duluan untuk main sepeda dulu dari kota Garut menuju Pameungpeuk dilanjutkan  kekaki Gunung Papandayan dan bersepeda pulang sampai Jakarta.

Pannier - pannier saya isi dengan pakaian ganti, kunci - kunci sepeda, sparepart sepeda seperti ban dalam, karet rem dan penambal ban serta perlengkapan hidup di alam bebas (tenda, matras, sleeping bag dan kompor lapangan) bukan tanpa alasan saya membawa perlengkapan hidup di alam bebas karena saya memang berniat bike camping.

Tiba di Terminal Guntur hari itu siang pukul 14.30 butuh 6,5 jam perjalanan di bis Jakarta - Garut, keluarkan sepeda dari bagasi dan menyetel Wheelset depan belakang serta memasang pannier -pannier ke sepeda, saat mensetting sepeda sempet dikerubungi tukang ojek, tukang becak, kuli panggul dan calo angkot, ada pertanyaan dari tukang becak "gak cape dan berat membawa sepeda dengan beban jarak jauh" sebetulnya pertanyaan itu lebih pantas saya tanyakan kepada bapak tukang becak tersebut, berat becak jelas jauh lebih berat dari sepeda saya yang dipenuhi pannier dan dia masih mampu beban penumpang lebih dari satu orang.

Seusai makan siang yang dirapel makan pagi karena pagi tidak sempat sarapan, pukul 15.30 saya mulai mengayuh ke arah selatan dari kota Garut menuju Pameungpeuk pesisirnya pantai selatan Kabupaten Garut, perjalanan rata - rata menanjak, melewati Kecamatan Bayongbong hari mulai gelap, istirahat cukup lama untuk mengatur ulang rencana perjalanan selanjutnya, karena perjalanan bersepeda malam besar resikonya bukan hanya faktor lalu lintas dan alam tapi faktor fisik juga harus diperhitungkan, bersepeda tidak bisa disamakan dengan mengendarai kendaraan bermotor, fisik merupakan faktor yang vital. 

Persawahan yang menguning dengan latar belakang Gunung Cikuray sedikit tertutup awan


Sepakat dengan diri sendiri malam ini saya tetap melanjutkan perjalanan dengan segala resiko yang akan saya ambil, melihat kondisi dan waktu saya memutuskan tidak bersepeda sampai Pameungpeuk tapi hanya sampai Gunung Gelap. Pukul 19.00 saya sampai di pertigaan alun - alun kecamatan Cisurupan belok ke kiri melanjutkan  ke arah ke Pameungpeuk dan lurus ke arah kaki Gunung Papandayan, sangat menggoda untuk bermalam disini untuk esok paginya melanjutkan ke kaki Gunung Papandayan, tapi tidak. kembali ke rencana awal melanjutkan perjalanan, sama seperti sebelumnya perjalanan terus menanjak, 2 jam berikutnya sampai saya di Kecamatan Cikajang.

Jika naik gunung makin kepuncak vegetasi akan semakin jarang, sama dengan perjalanan selanjutnya akan semakin jarang rumah dilanjutkan dengan perkebunan teh dan akhirnya harus membelah gelapnya Gunung Gelap. pukul 22.00 saya mampir dirumah makan untuk makan malam dan melulurkan dengkul ini dengan krim pereda rasa nyeri, dengkul ini terasa sakit karena bekerja terlalu berat harus menahan berat bobot saya yang mencapai 90 kg, sebelumnya saya pernah punya pengalaman bersepeda dari jakarta ke Bandung, tiba di Bandung kaki ini tidak kuat jalan karena terlalu memaksakan mengayuh.

Informasi didapat dari pemilik warung jalan menanjak tinggal 2 km patokannya Batu Tumpang dan selepas itu jalanan akan menurun terus, lega rasanya. dingin, sepi, gelap dan rasa takut menghantui karena bersepeda dimalam hari, hanya sesekali kendaraan bermotor melintas sebagai hiburan. Setengah jam berlalu tiba di Batu Tumpang selepas itu jalanan terus menurun nyaris tanpa pedaling, jam 23.00 tiba di Gunung Gelap, syukur tak terkira hari ini dapat mengakhiri perjalanan dengan selamat tiba dirumah nenek.

Pemandangan dari teras rumah dengan latar belakang Gunung Bongkok

Aktifitas nenek sedang membuat gula aren


Jumat esok paginya saya mengatur kembali rencana perjalanan, sepertinya harus melupakan untuk melanjutkan bersepeda ke Pameungpeuk, menimbang fisik ini masih harus bersepeda menanjak kembali melalui rute semalam hingga Batu Tumpang dan menurun selepas Batu Tumpang sampai Alun - alun Kecamatan Cisurupan dan melanjutkan naik ke atas pos pintu masuk pendakian Gunung Papandayan.

Setelah sarapan dengan menu yang sederhana yang belum tentu saya temukan dijakarta sayur kacang merah, lalap daun pakis - pakisan, ikan asin peda bakar dan sambal bangar buatan nenek yang bikin semangat ini semakin pedas untuk melanjutkan perjalanan, berpamitan dengan nenek dibekali doping gula merah. pukul 09.30 saya lanjutkan perjalanan 

Teras rumah nenek
Makan siang di Batu Tumpang dengan menu ayam goreng dadakan dan tidak lupa sambal dan lalapannya, cukup lama istirahat disini untuk mengatur tenaga setelah jalan yang terus menanjak sebelumnya. Sepanjang jalan dari Gunung Gelap saya sangat menikmati menghirup udara segar pegunungan, jauh dari bising lalu lintas dan hawa sejuk yang tidak mungkin saya dapatkan di Jakarta, pantas jika Garut disebut Swiss Van Java.

membelah Gunung Gelap


 
langit biru pegunungan sepanjang mata memandang

 
Batu Tumpang


Add caption

Tiba di Alun - alun Kecamatan Cisurupan pukul 14.00 beristirahat sejenak dan berbelanja keperluan logistik untuk esok pagi gabung dengan teman - teman untuk pendakian Gunung Papandayan, terlihat jalan menuju ke arah kaki Gunung Papandayan menanjak tajam dan beraspal mulus tapi hiburan aspal mulus hanya awalnya, informasi yang saya dapat pemilik warung kelontong tempat saya belanja aspal mulusnya cuma sampai 2 km sisanya dari total 9 km ke kaki Gunung Papandandayan jalan dengan aspal yang hancur.

Selepas 2 km jalan beraspal, jalanan semakin keatas semakin hancur beberapa kali harus melewati jalan yang longsor dan menyebrangi air yang mengalir membelah jalan dari bukit, saat istirahat ditepi hutan sempat saya dihampiri dua anjing yang mengonggong seakan mau menyerang, untunglah datang pemilik anjing yang ternyata habis moro (berburu babi) syukurlah. hari semakin sore sempat berpapasan dengan tukang ojek yang menawarkan menginap dirumahnya karena menurutnya saya akan kemalaman dijalan, tapi saya tolak dengan halus karena saya ingin bermalam di atas.

Jalan yang longsor menuju pos pendakian Gunung Papandayan


 
Menyeberangi sungai kecil yang membelah jalan
Menurut tukang ojek yang menawari saya menginap dirumahnya tadi masih ada 4 km lagi ke atas untuk sampai ke pos pendakian, ada ragu untuk melanjutkan ke atas karena pasti kemalaman ditambah rasa lelah karena selepas ujung aspal hampir sepanjang jalan sepeda hanya saya tuntun, jeleknya jalan yang tidak mungkin saya pedaling. Hati kecil ini memaksa saya untuk melanjutkan perjalanan, jalan semakin menanjak saya hanya mampu menuntun tidak lebih dari sepuluh langkah sambil menuntun sepeda lalu beristirahat mengatur ritme nafas.

Hari mulai gelap menjelang pos pendakian

Pemandangan indah yang mengobati rasa lelah

Tiba dipos lama hari mulai gelap saya beristirahat cukup lama, sinyal telepon selular masih tertangkap, saya pergunakan mencari informasi keteman untk perjalanan selanjutnya, dari dua teman yang saya sms jawabannya sama "sudah dekat" syukurlah. Mempersiapkan segala kemungkinan. mengatur rencana strategi untuk perjalanan selanjutnya, cek logistik untuk kemungkinan terburuk bermalam dijalan, air tersisa satu bidon karena sulit menemukan sumber air di kegelapan saya mengambil dari genangan air bekas hujan untuk berjaga  - jaga kemalaman untuk memasak makanan, lampu disiapkan saya melanjutkan perjalanan, gelap gulita hanya lampu sepeda yang menjadi patokan jalan, sempat ada anjing melintas dihadapan saya, beda dengan anjing yang sebelumnya saya temui menggongong anjing yang sekarang saya temui tidak menggongong hanya berhenti sesaat lalu masuk ke hutan, tetap membuat hati ini ciut.

Berpapasan dengan mobil yang turun dari atas, mendapat informasi dari mereka tinggal 1km lagi pos pintu masuk pendakian, senangnya. perjalanan saya lanjutkan dan sepeda hanya bisa saya tuntun, sebetulnya tanjakan sudah tidak terlalu berat tetapi jalanan yang hancur dan gelap saya mengambil aman menuntun sepeda, lagi terdengar suara mobil kali ini suaranya lebih keras sepertinya arahnya dari bawah, mereka berhenti dihadapan saya dan menawari membawakan tas - tas pannier saya, mereka memberitahu tinggal 500 meter lagi tiba di pos pintu masuk pendakian, terima kasih ya Allah kau berikan saya kemudahan diperjalanan ini.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar