#berburusunset hari kedua
Jumat pagi (29/11/13) pukul 07.00 saya
berpamitan dengan Pak Endang rumahnya bersebelahan dengan surau, saya
tidak bertemu dengan Pak Dulhalim karena beliau sudah kepasar setelah shalat
subuh untuk belanja, sebelum berangkat melanjutkan perjalanan saya
disajikan kopi hitam oleh Pak endang, segelas kopi hitam menambah semangat saya
melanjutkan perjalanan.
Langit sedikit mendung melepas keberangkatan
saya untuk melanjutkan perjalanan, walau perut ini kosong belum sarapan pagi,
saya cukup bersemangat mengayuh pedal sepeda yang penuh dengan gembolan, kopi
hitam buatan pak Endang cukup memberi saya tenaga.
Berpapasan beberapa kali dengan anak – anak
yang ingin berangkat sekolah dan mereka melihat dengan bingung ada yang
menyapa “good morning” selintas saya dengar ada yang menyebut “bule..
bule” coba itu.. padahal kucel, gembel dan gak ada – ada bulenya, bisa –
bisanya dipanggil bule, mungkin mereka jarang melihat orang bersepeda
dengan gembolan lumayan banyak, iya saya memang bersepeda membawa rumah, dapur,
bengkel sepeda, kamar mandi dan lemari pakaian semua masuk kedalam kantong –
kantong ajaib pannier disepeda.
Gerimis belum juga berhenti, cacing
diperut sepakat berdemo agar saya turun, turun dari sadel sepeda segera minggir
mencari warung nasi, bertemu warung nasi, cukup menu sederhana yang penting
karbonya segunung dengan kuah yang melimpah, enaknya rumah makan di Banten dan
Jawa Barat banyaknya prasmanan jadi bisa mengambil porsi sesuka hati,
untuk menghemat budget lauknya gak perlu banyak yang penting kuah, sambel,
lalap dan nasi ambil sesuka hati karena ini menu yang gak dihitung.
Penyakit malas sesudah makan tapi harus
dilawan, melanjutkan gowes menuju
Tanjung Lesung, pukul 08.30 tiba dimuara Panimbang, cukup lama disini
ntuk mengambil foto, salah satu alasan mengapa memilih bersepeda dipesisir
karena saya suka melihat aktifitas nelayan terlebih di pagi hari.
Terlihat disisi barat jembatan perahu –
perahu nelayan bersandar ada yang beraktifitas menurunkan hasil tangkapan, ada
yang sedang memperbaiki jaring. Di sisi kiri jembatan ada SPBU
untuk mengisi BBM perahu, tepat didepan dermaganya ada sebuah kapal yang nyaris
seluruh badannya tenggelam, dari arah hulu ada 2 orang mendorong bambu
menggunakan galah bambu untuk mendorong satu ikatan bambu – bambu yang
berfungsi sebagai rakit juga, mungkin mau dikirim ke muara untuk dijual bambu –
bambu ini. Pertigaan Citeureup lurus ke Tanjung Lesung kiri arah Cibaliung,
Sumur. Berarti esok setelah bermalam di Tanjung Lesung harus kembali melewati
pertigaan ini untuk melanjutkan ke Cibaliung, baiklah.
Pintu masuk Tanjung Lesung siang itu jam 10.30,
bertanya kepada satpam yang menjaga gerbang bisa tidak berkemah di
Tanjung Lesung? Menurut mereka ada area berkemah di pinggir pantai tapi disana tidak bisa pasang tenda, karena sudah disediakan dalam paket
berkemah.
Setelah meninggalkan KTP dan mendapat izin
untuk masuk, saya diarahkan menuju ke area berkemah, dan dipersilahkan bertanya
ke resepsionis disana untuk info lebih lanjut.
“Good morning” yak sapaan cukup keras dari
kejauhan, kaget juga ditempat keren gini masih disangka bule, setelah mendekat
saya bertemu dengan guide water activity yang tadi menyapa, setelah saya
jelaskan siapa dan bagaimana sampai sini dia cukup kaget, saya bertanya
berapa biaya berkemah disini untuk satu orang? 390 ribu dengan fasilitas tenda beralas
kasur, kipas angin, 3 kali makan ditambah bonus snorkeling, wow! duit segitu
uda ngabisin ¼ budget perjalanan saya.
Coba nego bisa gak kalo saya bayar
camp feenya aja, ternyata gak bisa, menyesal juga tidak bisa bermalam disini
karena pemandangannya yang aduhai mengarah kegugusan pulau anak Krakatau, ya
sudahlah.. dengan berat hati saya tidak bisa berkemah di Tanjung Lesung,
setelah mendapat izin untuk mengambil foto – foto kembali kedepan gerbang
Tanjung Lesung.
Tanjung Lesung |
Tanjung Lesung |
Tanjung Lesung |
Setelah mengambil KTP saya bertanya ke
satpam ada tidak jalan yang lain selain saya harus kembali ke Citeureup untuk
ke Cibaliung? Ada dan lebih dekat tapi kondisi jalannya rusak parah, mengambil
keputusan yakin saya lebih memilih jalan awal ketika dateng, ingat cerita
Budi Contador saat bersepeda ke Cina dia memilih jalan yang rusak pertimbangannya lebih dekat, kenyataannya 90% tidak bisa digowes dan sampai
kemalaman ditengah hutan.
Shalat jumat di masjid tidak jauh dari
Tanjung Lesung, bingung juga karena gak pake khotbah langsung shalat, tapi yak
sudah ikuti aja toh niatnya sama hanya caranya sedikit berbeda.
Selesai shalat jumat saya melanjutkan
perjalanan, gerimis belum berhenti, menggoda saya untuk rebahan dulu dimasjid, tapi
masih kalah dengan rasa lapar, melanjutkan perjalanan ditemani gerimis, tanpa
jas hujan karena saya tidak pernah nyaman saat bersepeda memakai jas hujan,
panas!
Mampir disebuah warung kecil di depan
tempat mooring kapal, karena bukan warung nasi saya memesan mie instan dengan
nasi, selesai makan saya memesan kopi sambil ngobrol dengan anak pemilik warung
yang diwarungnya ada mobil niaga, penasaran saya nanya sama dia kenapa
sepanjang jalan rumah yang dipinggir jalan, bangunannya gubuk tapi pada punya motor yang cukup bagus bahkan
punya mobil niaga? Iya menurut mereka rata – rata tanah dipinggir jalan yang
berdekatan dengan pesisir banyak sudah dimiliki orang kota, penduduk asli hanya
diizinkan membuat bangunan semi permanen yang sewaktu – waktu bisa dibongkar.
Jalan menuju Tanjung Lesung memiliki
prospek wisata yang cukup bagus dan belum diolah, didekat Tanjung Lesung
terdapat pulau Liwungan yang masih kosong dan jaraknya tidak terlalu jauh,
rencana jangka panjang akses jalan seperti tol dan jalan nasional akan
dibangun, kabarnya bandara udara propinsi Banten juga akan dibangun tidak jauh
dari sini, pantaslah investor melirik daerah ini karena punya nilai investasi besar untuk jangka panjang.
Dapet telepon dari nomer yang tidak saya
kenal, setelah saya angkat ternyata dari om Ramon, dia memperkenalkan diri
temannya om Misbah, dia nanya posisi saya dimana karena dapet info dari om Misbah saya
ada di Tanjung Lesung, dia mengajak menginap di Tanjung Lesung bersama
dia yang sedang bikin trek MTB cross country, penawaran yang sangat
menggiurkan, tapi sudah terlalu jauh untuk kembali lagi ke Tanjung Lesung,
dengan berat saya menolak dengan pertimbangan jarak jika kembali ke
Tanjung Lesung, nasib telat baca whatsapp dari om Misbah.
masjid di Gunung Keneng |
Malam semakin larut satu persatu warga
kembali kerumah dan saya bersiap – siap menggelar matras untuk tidur dipos
kamling, pak Heri menawarkan bermalam dirumahnya, dirumahnya pak Heri banyak
cerita sering membawa tamu ke Ujung Kulon, awalnya saya pikir beliau adalah
guide untuk membawa tamu wisatawan kesana, ada yang aneh saat pak Heri
menunjukkan foto tamunya kenapa fotonya lagi nyekar ke makam, ternyata pak heri
adalah guide untuk mereka yang ingin dientengin jodoh, kenaikan posisi ditempat
kerja dengan nyekar ke makam – makam yang ada di Ujung Kulon, guide spiritual
Ujung Kulon haha..
Dihari kedua tercatat di Cyclometer 64,12
km jarak tempuh saya hari ini.
Mantap ceritanya mas. Menyendiri ke areal yg asing dan alami memang ampuh me-refresh kita dari bingar kota yg menyesak hehe :)
BalasHapus