Minggu, 15 Desember 2013

GAGAL BERKEMAH DITANJUNG LESUNG



#berburusunset hari kedua

Jumat pagi (29/11/13) pukul 07.00 saya berpamitan dengan Pak Endang rumahnya bersebelahan dengan surau, saya tidak bertemu dengan Pak Dulhalim karena beliau sudah kepasar setelah shalat subuh untuk belanja, sebelum berangkat melanjutkan perjalanan saya disajikan kopi hitam oleh Pak endang, segelas kopi hitam menambah semangat saya melanjutkan perjalanan.

Langit sedikit mendung melepas keberangkatan saya untuk melanjutkan perjalanan, walau perut ini kosong belum sarapan pagi, saya cukup bersemangat mengayuh pedal sepeda yang penuh dengan gembolan, kopi hitam buatan pak Endang cukup memberi saya tenaga.
Berpapasan beberapa kali dengan anak – anak yang ingin berangkat sekolah dan mereka melihat dengan bingung ada yang menyapa “good morning” selintas saya dengar ada yang menyebut “bule.. bule” coba itu.. padahal kucel, gembel dan gak ada – ada bulenya, bisa – bisanya dipanggil bule, mungkin mereka jarang melihat orang bersepeda dengan gembolan lumayan banyak, iya saya memang bersepeda membawa rumah, dapur, bengkel sepeda, kamar mandi dan lemari pakaian semua masuk kedalam kantong – kantong ajaib pannier disepeda. 
Muara Panimbang, aktifitas penjual bambu

Gerimis belum juga berhenti, cacing diperut sepakat berdemo agar saya turun, turun dari sadel sepeda segera minggir mencari warung nasi, bertemu warung nasi, cukup menu sederhana yang penting karbonya segunung dengan kuah yang melimpah, enaknya rumah makan di Banten dan Jawa Barat banyaknya prasmanan jadi bisa mengambil porsi sesuka hati, untuk menghemat budget lauknya gak perlu banyak yang penting kuah, sambel, lalap dan nasi ambil sesuka hati karena ini menu yang gak dihitung.

Penyakit malas sesudah makan tapi harus dilawan, melanjutkan  gowes menuju Tanjung Lesung, pukul 08.30 tiba dimuara Panimbang, cukup lama disini ntuk mengambil foto, salah satu alasan mengapa memilih bersepeda dipesisir karena saya suka melihat aktifitas nelayan terlebih di pagi hari.

Terlihat disisi barat jembatan perahu – perahu nelayan bersandar ada yang beraktifitas menurunkan hasil tangkapan, ada yang sedang memperbaiki jaring. Di sisi kiri jembatan ada SPBU untuk mengisi BBM perahu, tepat didepan dermaganya ada sebuah kapal yang nyaris seluruh badannya tenggelam, dari arah hulu ada 2 orang mendorong bambu menggunakan galah bambu untuk mendorong satu ikatan bambu – bambu yang berfungsi sebagai rakit juga, mungkin mau dikirim ke muara untuk dijual bambu – bambu ini. Pertigaan Citeureup lurus ke Tanjung Lesung kiri arah Cibaliung, Sumur. Berarti esok setelah bermalam di Tanjung Lesung harus kembali melewati pertigaan ini untuk melanjutkan ke Cibaliung, baiklah.

Pintu masuk Tanjung Lesung siang itu jam 10.30, bertanya kepada satpam yang menjaga gerbang bisa tidak berkemah di Tanjung Lesung? Menurut mereka ada area berkemah di pinggir pantai tapi disana tidak bisa pasang tenda, karena sudah disediakan dalam paket berkemah.

Setelah meninggalkan KTP dan mendapat izin untuk masuk, saya diarahkan menuju ke area berkemah, dan dipersilahkan bertanya ke resepsionis disana untuk info lebih lanjut.

“Good morning” yak sapaan cukup keras dari kejauhan, kaget juga ditempat keren gini masih disangka bule, setelah mendekat saya bertemu dengan guide water activity yang tadi menyapa, setelah saya jelaskan siapa dan bagaimana sampai sini dia cukup kaget, saya bertanya berapa biaya berkemah disini untuk satu orang? 390 ribu dengan fasilitas tenda beralas kasur, kipas angin, 3 kali makan ditambah bonus snorkeling, wow! duit segitu uda ngabisin ¼ budget perjalanan saya.

Coba nego bisa gak kalo saya bayar camp feenya aja, ternyata gak bisa, menyesal juga tidak bisa bermalam disini karena pemandangannya yang aduhai mengarah kegugusan pulau anak Krakatau, ya sudahlah.. dengan berat hati saya tidak bisa berkemah di Tanjung Lesung, setelah mendapat izin untuk mengambil foto – foto kembali kedepan gerbang Tanjung Lesung.
Tanjung Lesung


Tanjung Lesung

Tanjung Lesung

Setelah mengambil KTP saya bertanya ke satpam ada tidak jalan yang lain selain saya harus kembali ke Citeureup untuk ke Cibaliung? Ada dan lebih dekat tapi kondisi jalannya rusak parah, mengambil keputusan yakin saya lebih memilih jalan awal ketika dateng, ingat cerita Budi Contador saat bersepeda ke Cina dia memilih jalan yang rusak pertimbangannya lebih dekat, kenyataannya 90% tidak bisa digowes dan sampai kemalaman ditengah hutan.

Shalat jumat di masjid tidak jauh dari Tanjung Lesung, bingung juga karena gak pake khotbah langsung shalat, tapi yak sudah ikuti aja toh niatnya sama hanya caranya sedikit berbeda.

Selesai shalat jumat saya melanjutkan perjalanan, gerimis belum berhenti, menggoda saya untuk rebahan dulu dimasjid, tapi masih kalah dengan rasa lapar, melanjutkan perjalanan ditemani gerimis, tanpa jas hujan karena saya tidak pernah nyaman saat bersepeda memakai jas hujan, panas! 

Mampir disebuah warung kecil di depan tempat mooring kapal, karena bukan warung nasi saya memesan mie instan dengan nasi, selesai makan saya memesan kopi sambil ngobrol dengan anak pemilik warung yang diwarungnya ada mobil niaga, penasaran saya nanya sama dia kenapa sepanjang jalan rumah yang dipinggir jalan, bangunannya gubuk  tapi pada punya motor yang cukup bagus bahkan punya mobil niaga? Iya menurut mereka rata – rata tanah dipinggir jalan yang berdekatan dengan pesisir banyak sudah dimiliki orang kota, penduduk asli hanya diizinkan membuat bangunan semi permanen yang sewaktu – waktu bisa dibongkar.

Jalan menuju Tanjung Lesung memiliki prospek wisata yang cukup bagus dan belum diolah, didekat Tanjung Lesung terdapat pulau Liwungan yang masih kosong dan jaraknya tidak terlalu jauh, rencana jangka panjang akses jalan seperti tol dan jalan nasional akan dibangun, kabarnya bandara udara propinsi Banten juga akan dibangun tidak jauh dari sini, pantaslah investor melirik daerah ini karena punya nilai investasi besar untuk  jangka panjang.

Dapet telepon dari nomer yang tidak saya kenal, setelah saya angkat ternyata dari om Ramon, dia memperkenalkan diri temannya om Misbah, dia nanya posisi saya dimana karena dapet info dari om Misbah saya ada di Tanjung Lesung, dia mengajak menginap di Tanjung Lesung bersama dia yang sedang bikin trek MTB cross country, penawaran yang sangat menggiurkan, tapi sudah terlalu jauh untuk kembali lagi ke Tanjung Lesung, dengan berat saya menolak dengan pertimbangan jarak jika kembali ke Tanjung Lesung, nasib telat baca whatsapp dari om Misbah.

Selepas pertigaan Citeureup saya mengarah ke Cibaliung, dengan trek yang naik turun lumayan menguras tenaga, memasuki Kampung Gunung Keneng 6 km menjelang kota Cibaliung hari sudah sore, saya mampir dimasjid untuk shalat magrib, jadi tahu daerah ini sulit air karena untuk wudhu saya mengambil air cukup jauh dan kualitas airnya yang keruh, selepas shalat magrib izin kepada jamaah untuk bermalam di masjid, oleh salah satu jamaah saya diarahkan menginap dirumah pak RT, ternyata malam itu pak RT sedang ada kerjaan, saya izin malam itu menginap dipos kamling, malam itu kami ngobrol banyak sambil ngopi dengan warga dipos kamling, warga disini hidupnya sangat sederhana namun bersahaja saya merasakan keakraban kekeluargaan, karena lapar belum makan malam saya izin sama warga untuk makan bekal popmie, salah satu warga ada yang pulang kerumah dan kembali membawa sepiring nasi, garam dan cabe katanya hanya ada ini buat dimakan, sungguh hangat malam ini digunung keneng.  
masjid di Gunung Keneng
ngopi dan ngobrol bersama warga Gunung Keneng

dirumah pak Heri saya bermalam di Gunung Keneng

Malam semakin larut satu persatu warga kembali kerumah dan saya bersiap – siap menggelar matras untuk tidur dipos kamling, pak Heri menawarkan bermalam dirumahnya, dirumahnya pak Heri banyak cerita sering membawa tamu ke Ujung Kulon, awalnya saya pikir beliau adalah guide untuk membawa tamu wisatawan kesana, ada yang aneh saat pak Heri menunjukkan foto tamunya kenapa fotonya lagi nyekar ke makam, ternyata pak heri adalah guide untuk mereka yang ingin dientengin jodoh, kenaikan posisi ditempat kerja dengan nyekar ke makam – makam yang ada di Ujung Kulon, guide spiritual Ujung Kulon haha..
Dihari kedua tercatat di Cyclometer 64,12 km jarak tempuh saya hari ini.

1 komentar :

  1. Mantap ceritanya mas. Menyendiri ke areal yg asing dan alami memang ampuh me-refresh kita dari bingar kota yg menyesak hehe :)

    BalasHapus