#berburusunset hari ketiga
“Air ini dari sumur di pulau Peucang kamu
bawa buat anak kamu Bumi biar lebih pintar dan sehat” Pak Heri titip untuk anak
saya senandung Bumi.
Sabtu pagi (30/11/13) pukul 07.30 setelah
diberi oleh – oleh sebotol air sumur pulau Peucang dan didoakan agar perjalanan
berjalan lancar saya berpamitan dengan pak Heri dan bu RT karena pak RT belum
pulang kerja.
Tidak sampai setengah jam tiba di Cibaliung,
sarapan kupat tahu, pagi ini ramai orang – orang menumpang naik mobil bak dan
motor yang ingin ke lapangan kecamatan Cibaliung, ternyata ada acara santunan
1000 anak yatim oleh kyai Saadih dari Jakarta, saya ingat beliau karena saya
pernah berobat sama beliau, pengobatan tradisional dan gratis yang ada malah
dikasih ongkos pulang sama Kyai Saadih.
Perjalanan hari ini sangat terik,
mataharinya pede abis menunjukkan
dirinya, kondisi jalan yang masih naik turun membuat perjalanan semakin aduhai,
walau kondisi panas terik saya masih bisa menikmati perjalanan karena jalan
yang tidak terlalu ramai lalu lintasnya dan pemandangan khas pegunungan yang
menghibur mata, sejenak lupa badan yang sudah bermandi keringat.
Sedia “Sop daging sapi” siapa yang gak tergoda
disaat panas terik dan badan lelah, makan siangnya menu sop daging sapi panas,
pasti segerr.. setelah makan siang gagal mau rebahan sukses direcokin segeng
anak kecil berisik nanyain sepeda saya, terpaksa harus ngejelasin apa yang dibawa,
mau ngapain, darimana mau kemana.
Dari pertigaan Cikeusik tempat makan siang
saya melanjutkan gowes menuju Muara Binuangeun, kira – kira 7 km menjelang
Muara Binuangeun saya mampir di masjid untuk shalat Dzuhur dan mandi pagi, saat
di kampung Gunung Keneng saya gagal mandi kelamaan ngantri kalah set sama ibu –
ibu yang lagi nyuci baju sambil kembenan kain dipinggir sawah tempat sumber
air.
Bau khas pesisir asin – asin amis, jalan
raya yang mulai datar sejajar disisi kiri jalan sungai besar dengan beberapa
perahu congkreng bersandar, siang itu 14.20 saya tiba di Muara Binuangeun,
memesan segelas es teh botol untuk melepas dahaga sambil melihat dan
mendokumentasikan aktifitas perahu – perahu nelayan di Muara Binuangeun dari
atas jembatan.
Muara Binuangeun dari atas jembatan |
Aktifitas TPI Muara Binuangeun, sepertinya
ikan yang dijual hasil tangkapan pagi tadi, lemas saat mata melihat ibu – ibu
menjual sirip anak ikan hiu dan beberapa anak ikan hiu martil, ikan – ikan itu kan dilindungi.
anak hiu martil dijual bebas |
“Dicari ikan hidup dan sehat Pari Rina /
Hiu Kadevo / Hiu Batu / Pari gitar dari harga Rp 600.000 sampai Rp 7.000.000”
poster yang menempel di salah satu dinding TPI, saya kurang paham ikan pari dan
hiu jenis tersebut termasuk dilindungi oleh Negara atau tidak, tapi yang jelas
melihat harganya jelas memancing nelayan untuk memburu besar – besaran dan
mengancam kepunahan.
Melanjutkan perjalanan ke tempat wisata
pantai Binuangeun, disalah satu warung pinggir pantai ada sekumpulan orang lagi
minum – minum saya menyapa permisi untuk numpang lewat dan izin mau ambil foto,
tanpa jawaban sorot matanya tajam melihat saya, mungkin dia merasa menang
sebagai penduduk lokal dan mau memeras saya males ngeliat datengnya naik
sepeda, tidak saya hiraukan yang penting saya sudah beretika dirumah orang
dengan permisi dan izin.
Pantai Binuangeun |
Setelah shalat Ashar masjid di Binuangeun
saya melanjutkan perjalanan menuju Malingping, info yang saya dapat saat dari
pemilik warung saat saya minum, kemungkinan bermalam adalah di Pantai Bagedur
kalo melanjutkan ke Malingping pasti kemalaman, jalan dengan aspal baru, kontur
jalan yang datar kecepatan dan cuaca tidak terlalu terik membuat saya bisa
bersepeda lebih kencang, mampir di minimarket untuk belanja air mineral dan mie
instant buat persiapan berkemah di Pantai Bagedur.
Sore hari tiba di Pantai Bagedur, langit
cukup cerah satu hari ini saya tidak diguyur hujan langit cerah sepanjang jalan
mungkin ini sunset pertama setelah perburuan dihari ketiga? Tidak mau menyia –
nyiakan momen sunset, saya menyiapkan kamera pocket dan tripot kecil untuk foto
– foto, beberapa kali saya memoto sepeda sebagai objek bayangan dan beberapa
kali sepeda jatuh karena susah mendirikan sepeda dipasir pantai yang halus,
tanpa sadar dibelakang saya sekelompok gadis yang lagi foto – foto cekikikan
liat usaha saya moto sepeda, hadeuh..
Berkenalan dengan pak Dedi beliau dosen
dipoltekkes Banten yang sedang traveling bersama istrinya, dan saya dikenalkan
Rahmat, awalnya berpikir Rahmat anaknya pak Dedi, ternyata teman kerja dikantornya,
biasa diajak jalan untuk bawa mobil.
Pak dedi dan istri |
Sunset di Pantai Bagedur tidak saya sia –
siakan, setiap ada momen aktifitas wisatawan saya jadikan objek bayangan
matahari terbenam, lemahnya menggunakan kamera pocket kita harus aktif bergerak
nyamperin objek, tidak bisa moto dari jauh karena kamera pocket tidak maksimal
zoomnya, inget teman yang sebentar lagi mau melepas lajang, saya sibuk mencari
sepasang kekasih yang sedang memadu kasih untuk menjadi objek, malu rasanya
saat ketahuan saya moto mereka dari dekat, mau gimana lagi gak mungkin saya
bisa moto dari jauh, sebagai tanda maaf saya tunjukin fotonya ke mereka, dan
mereka suka saya janjikan akan mengirim softcopy fotonya sebagai bayaran jadi
objek foto.
butuh asisten |
Malam ini saya menginap di vila Pantai Bagedur atas ajakan pak Dedi, malamnya
saya mengecek cyclometer, hari ke tiga saya menempuh jarak 69,73 km.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar