Subuh
(11/06/14) saya sudah bersiap – siap menuju pelabuhan Tanjung Pandan, setelah
berpamitan dengan Benk saya lanjutkan bersepeda ke Pelabuhan Tanjung Pandan
yang jaraknya tidak sampai 500 meter. Jam 05.30 saya sudah tiba di pelabuhan,
masih sepi dan sepertinya saya orang pertama yang tiba di pelabuhan, lebih baik
mnunggu lama di pelabuhan daripada harus keburu – buru seperti waktu mau
nyebrang ke Belitung seminggu yang lalu.
Pagi
itu berangsur calon penumpang KM. Bahari Express tujuan Pangka Balam berdatangan,
saya berkenalan dengan bang Adi dan bang Ryan, bang Adi adalah orang asli Belitung dia biasa membawa tamu wisata dan rumahnya biasa
juga dijadikan homestay, 10 tahun lebih tua dari saya dan humoris. Bang Ryan
adalah wartawan Bangka Pos yang lagi bertugas di Belitung,
dan selama disana dia menginap dirumah bang Adi. Bersyukur malam sebelumnya
saya sudah minta tolong Yayan untuk dibelikan tiket jetfoil, karena di hari
keberangkatan bang Ryan kehabisan tiket, adanya tiket ekstra duduknya di kursi
plastik dengan harga tiket sama, terpaksa bang Ryan tetap membelinya daripada
baru bisa berangkat lagi esok hari.
|
Masih sendiri di Pelabuhan Laskar Pelangi, Tanjung Pandan |
|
Pelabuhan Laskar Pelangi, Tanjung Pandan |
|
Bahari Express |
|
Mercu suar pelabuhan Laskar Pelangi, Tanjung Pandan |
Jetfoil
berangkat jam 08.00, setelah berkabar dengan bang Hendry, agar bersiap – siap
di pelabuhan Pangkal Balam siang ini. Bang Hendry menyusul dari Jakarta semalam dan menginap di rumah opung Sinpo di
Pangkal Pinang. Jam 12.00 jetfoil bersandar di
Pelabuhan Pangkal Balam, Bang Hendry ditemani Opung Sinpo dan ke dua cucunya
sudah menunggu di pelabuhan.
Usai
makan siang, opung Sinpo mengantarkan saya dan bang Hendry sampai di Selindung
Baru, selanjutnya saya akan menuju Sungai Liat lewat jalan yang baru dibuka
lintas timur menyusuri pesisir pantai, malam ini kami berniat menginap di
Sungai Liat di rumah bang Ryan, dia menawarkan saat di pelabuhan Tanjung Pandan.
Kurang
lebih 20 km perjalanan membosankan, datar dengan pemandangan itu – itu saja
hutan bakau, lubang – lubang bekas tambang timah, tidak ada perkampungan pemukiman,
tidak sepeti yang saya bayangkan akan berjalan dengan sejajar pesisir pantai,
jarak pantai ke jalan kurang lebih 100 meter dan tertutup hutan bakau atau
hutan cemara laut. Jalan mulai menyempit, jika dilihat dari kontur jalan yang
yang naik turun dan hutan – hutan yang lebat sepertinya perjalanan sudah
membelah perbukitan dan menjauh dari pesisir.
|
Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat |
|
Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat |
|
Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat |
|
Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat |
|
Sepanjang jalan banyak menemukan area bekas tambang timah |
Sudah
mulai bertemu perkampungan walau tidak ramai, jalan tidak seperti 20 km pertama
selain jalan aspal yang kasar dan beberapa jalannya ada yang berlubang, saya
juga melintasi jembatan darurat karena jembatan permanennya terputus, jembatan
darurat tersebut dijaga anak kecil untuk mengatur kendaraan yang lewat, bang
Hendry sempat bertanya “seharian dapet berapa?” dia jawab “minimal 100 ribu
rupiah”, wah! kalo dijakarta pasti jadi rebutan, itu lahan basah.
|
Jembatan terputus |
Membelah
perkebunan mangga, saya dapat satu mangga yang jatuh ke jalan. Lumayan bikin
segar siang itu, sampai saya di sebuah bukit yang dikiri jalan diatas bukit
terdapat kelenteng Toa Pek Kong (Dewa Tanah) yang besar dan disisi kanan
pemandangan laut. Pantai Tikus dari lokasi saya berhenti terlihat, akses menuju
ke pantai harus turun ke bawah dan jauh,
saya dan bang Hendry berhenti di pinggir jalan untuk foto – foto. Konon
kabarnya diatas bukit ini akan dibangun 5 tempat ibadah yang menghadap ke laut
oleh pemerintah.
|
Disisi kiri diatas bukit adalah kelenteng Toa Pek Kongdan sisi kanan adalah pantai tikus |
|
Disisi kiri diatas bukit adalah kelenteng Toa Pek Kongdan sisi kanan adalah pantai tikus |
Sehabis
istirahat untuk minum diperkampungan yang mayoritas penduduknya keturunan
tionghoa (indikasinya hampir disetiap teras rumah tersedia dupa untuk
sembahyang) saya mampir ke Pantai Tanjung Pesona. Sempat diminta bayar tiket
masuk Rp 15.000,- dengan pasang muka melas dan cape saya
bertanya pura – pura polos “bayar yak pak?” yes! triknya berhasil, saya dan
bang Hendry boleh masuk pantai Tanjung Pesona dengan gratis, tidak lama disini
setelah sholat Ashar kami melanjutkan perjalanan karena tidak ingin kemalaman
dijalan.
|
Pantai Tanjung Pesona |
|
Pantai Tanjung Pesona |
|
Sunset ditengah - tengah pekuburan Cina menjelang Sungai Liat |
Sore
kami sudah tiba di Sungai Liat, kami mampir makan di warung nasi padang, kami sholat magrib di masjid samping warung padang. Sehabis shalat
magrib kami berniat menginap di masjid karena untuk melanjutkan kerumah bang
Ryan masih 10 km lagi. Saya mengabarkan bang Ryan lewat sms kalau kita gak jadi
kerumah bang Ryan, dan berniat menginap di masjid, dibalas bang Ryan “dirumah
abang aja bro, sudah disapin kamar sama makan malam” jadi gak enak kalau gak
nginep di bang Ryan karena dia sudah nyiapin buat saya dan bang Hendry,
akhirnya kami bermalam dirumah bang ryan, malam itu kita ngobrol sampai larut
malam.