Pagi
(12/06/14) jam 08.00 setelah sarapan dan foto bareng bang Ryan kami melanjutkan
perjalanan menuju Belinyu. ada beberapa target lokasi wisata dan kuliner yang akan kita datangi,
diantaranya kopi tungtao yang kesohor berada di dekat pasar Sungai Liat, pantai Parai dan pantai
Matras dan terakhir jika sampai Belinyu kuliner otak – otak asamnya.
Setelah
menempuh jarak 15 km dari Sungai Liat Sampai kami di pantai Parai, kecewa saat
kami sampai dipersimpangan menuju Pantai Parai, bertanya ke warga jarak ke
Pantai Parai, Pantai Matras dan lokasi kedai kopo Tung Tau, ternyata kedai kopi
Tung Tau sudah terlewat jauh, kami absen menikmati kopi tung tau.
Pantai
Parai ternyata sama seperti Pantai Tanjung Pesona, pantainya dikelola oleh
resort, untuk masuk kesana kita harus membayar tiket masuk Rp 25.000,- rasanya
sayang kalo harus masuk kesana harus mengeluarkan uang senilai makan siang,
saya gak pasang strategi memelas, saya dan bang Hendry memilih tidak jadi
karena tidak jauh dari pantai Parai, masih ada pantai Matras yang menurut warga
tidak dikelola resort. Bersyukur petugasnya berbaik hati, kami diperkenankan masuk tanpa
harus membeli tiket masuk, Alhamdulillah.
 |
Pantai Parai |
 |
Pantai Parai |
 |
Pantai Parai |
 |
Pantai Parai |
 |
Pantai Parai |
 |
Pantai Parai |
Kami
tidak melanjutkan ke Pantai Matras, karena cukup lama kami tadi di Pantai
Matras, kami melanjutkan perjalanan menuju Belinyu. Melewati jalan dengan lalu
lintas yang ramai, walau tidak seramai di Jakarta
rasanya jadi berbeda dan saya jalan lebih berhati – hati, setelah beberapa hari
lalu jalan di Belitung dengan lalu lintas yang
sepi.
Sore
hari kami sudah masuk gapura Belinyu, kota Belinyunya sendiri masih jauh dari batas kota. Saya melihat pemakaman umum agama
Katolik, berjejer rapi dan seragam, nisan berbentuk palang berwarna putih, saya
berhenti untuk melihat dan memotret pemakaman umum tersebut. Bang Hendry
yang menunggu di pinggir jalan di sapa sesorang dengan kendaraan motor,
ternyata dia Om Fransiscus teman sepeda om Robert di Roda – roda Gila, saya
dikenalkan ke om Robert dari Opung Sinpo di Pangkal Pinang.
Sampai kami di warung Otak – otak Asam Belinyu, ditemani
om Fransiscus dari komunitas sepeda "Roda - roda Gila" Belinyu, lokasinya yang
dipinggir jalan menuju Belinyu, dengan bangunan seadanya lebih mirip warung
pecel ayam, tidak ada penanda yang istimewa hanya tertulis kecil “Otak – otak
Asam”. Kebanyakan orang menyebutnya otak –otak “Goa Maria” karena di depan warung
Otak –otak Asam adalah lokasi wisata religi Goa Maria.
 |
Taman makam umum umat katolik di Belinyu |
 |
Otak - otak asam Belinyu |
 |
Otak - otak asam Belinyu |
 |
Bersama teman - teman roda - roda gila Belinyu |
Oleh
om Fransiscus dipesankan 2 jenis otak – otak, berwarna putih dan coklat, warna
putih adalah otak – otak dengan isi daging ikan tenggiri dan otak – otak yang
coklat adalah kulit dari ikan tenggiri, yang khas adalah sambalnya, tersedia 3
jenis sambal : sambal asam, sambal biasa, dan sambal terasi yang membuat
istimewa adalah asam sambalnya dari jeruk kunci khas Bangka. Untuk minumnya om
Fransiscus memesankan kami es kacang merah.
Atas
saran om Robert dia mengajak kami berkemah di Pantai Lanal Bangka Belitung,
ditemani om Robert saya diantarkan ke Lanal, sebelum berkemah saya lapor diri
ke pos penjagaan, saya izin kepada pos penjagaan, saya jelaskan maksud dan
tujuan perjalanan, dan saya juga beritahu kalau saya aktif di pramuka Saka
Bahari, yang kegiatannya dibina oleh Angkatan Laut. Oleh petugas jaga saya
diarahkan ke Kapten Widhie beliau adalah pamong Saka Bahari Lanal Bangka
Belitung, setelah saya berbicara dan izin lewat telepon ke Komandan Lanal Kolonel Laut
(P) Iwa Kartiwa, saya diarahkan untuk bermalam di sanggar Saka Bahari Lanal
Bangka Belitung yang lokasinya menghadap pantai.
 |
Pantai Lanal Babel, Belinyu |
 |
Pantai Lanal Babel, Belinyu |
 |
Foto bersama didepan pos jaga Lanal Babel |
 |
Pantai Lanal Babel |
 |
Foto bersama Kapten widhie, pamong saka bahari Lanal Babel |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar