Senin, 18 Agustus 2014

MEMELAS DI PANTAI TANJUNG PESONA, SUNGAI LIAT



Subuh (11/06/14) saya sudah bersiap – siap menuju pelabuhan Tanjung Pandan, setelah berpamitan dengan Benk saya lanjutkan bersepeda ke Pelabuhan Tanjung Pandan yang jaraknya tidak sampai 500 meter. Jam 05.30 saya sudah tiba di pelabuhan, masih sepi dan sepertinya saya orang pertama yang tiba di pelabuhan, lebih baik mnunggu lama di pelabuhan daripada harus keburu – buru seperti waktu mau nyebrang ke Belitung seminggu yang lalu.

Pagi itu berangsur calon penumpang KM. Bahari Express tujuan Pangka Balam berdatangan, saya berkenalan dengan bang Adi dan bang Ryan, bang Adi adalah orang asli Belitung dia biasa membawa tamu wisata dan rumahnya biasa juga dijadikan homestay, 10 tahun lebih tua dari saya dan humoris. Bang Ryan adalah wartawan Bangka Pos yang lagi bertugas di Belitung, dan selama disana dia menginap dirumah bang Adi. Bersyukur malam sebelumnya saya sudah minta tolong Yayan untuk dibelikan tiket jetfoil, karena di hari keberangkatan bang Ryan kehabisan tiket, adanya tiket ekstra duduknya di kursi plastik dengan harga tiket sama, terpaksa bang Ryan tetap membelinya daripada baru bisa berangkat lagi esok hari.

Masih sendiri di Pelabuhan Laskar Pelangi, Tanjung Pandan

Pelabuhan Laskar Pelangi, Tanjung Pandan

Bahari Express

Mercu suar pelabuhan Laskar Pelangi, Tanjung Pandan

Jetfoil berangkat jam 08.00, setelah berkabar dengan bang Hendry, agar bersiap – siap di pelabuhan Pangkal Balam siang ini. Bang Hendry menyusul dari Jakarta semalam dan menginap di rumah opung Sinpo di Pangkal Pinang. Jam 12.00 jetfoil bersandar di Pelabuhan Pangkal Balam, Bang Hendry ditemani Opung Sinpo dan ke dua cucunya sudah menunggu di pelabuhan.

Usai makan siang, opung Sinpo mengantarkan saya dan bang Hendry sampai di Selindung Baru, selanjutnya saya akan menuju Sungai Liat lewat jalan yang baru dibuka lintas timur menyusuri pesisir pantai, malam ini kami berniat menginap di Sungai Liat di rumah bang Ryan, dia menawarkan saat di pelabuhan Tanjung Pandan.

Kurang lebih 20 km perjalanan membosankan, datar dengan pemandangan itu – itu saja hutan bakau, lubang – lubang bekas tambang timah, tidak ada perkampungan pemukiman, tidak sepeti yang saya bayangkan akan berjalan dengan sejajar pesisir pantai, jarak pantai ke jalan kurang lebih 100 meter dan tertutup hutan bakau atau hutan cemara laut. Jalan mulai menyempit, jika dilihat dari kontur jalan yang yang naik turun dan hutan – hutan yang lebat sepertinya perjalanan sudah membelah perbukitan dan menjauh dari pesisir.

Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat

Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat

Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat

Lintas timur (jalan baru) menuju Sungai Liat

Sepanjang jalan banyak menemukan area bekas tambang timah

Sudah mulai bertemu perkampungan walau tidak ramai, jalan tidak seperti 20 km pertama selain jalan aspal yang kasar dan beberapa jalannya ada yang berlubang, saya juga melintasi jembatan darurat karena jembatan permanennya terputus, jembatan darurat tersebut dijaga anak kecil untuk mengatur kendaraan yang lewat, bang Hendry sempat bertanya “seharian dapet berapa?” dia jawab “minimal 100 ribu rupiah”, wah! kalo dijakarta pasti jadi rebutan, itu lahan basah.

Jembatan terputus

Membelah perkebunan mangga, saya dapat satu mangga yang jatuh ke jalan. Lumayan bikin segar siang itu, sampai saya di sebuah bukit yang dikiri jalan diatas bukit terdapat kelenteng Toa Pek Kong (Dewa Tanah) yang besar dan disisi kanan pemandangan laut. Pantai Tikus dari lokasi saya berhenti terlihat, akses menuju ke pantai harus  turun ke bawah dan jauh, saya dan bang Hendry berhenti di pinggir jalan untuk foto – foto. Konon kabarnya diatas bukit ini akan dibangun 5 tempat ibadah yang menghadap ke laut oleh pemerintah.

Disisi kiri diatas bukit adalah kelenteng Toa Pek Kongdan sisi kanan adalah pantai tikus

Disisi kiri diatas bukit adalah kelenteng Toa Pek Kongdan sisi kanan adalah pantai tikus

Sehabis istirahat untuk minum diperkampungan yang mayoritas penduduknya keturunan tionghoa (indikasinya hampir disetiap teras rumah tersedia dupa untuk sembahyang) saya mampir ke Pantai Tanjung Pesona. Sempat diminta bayar tiket masuk Rp 15.000,- dengan pasang muka melas dan cape saya bertanya pura – pura polos “bayar yak pak?” yes! triknya berhasil, saya dan bang Hendry boleh masuk pantai Tanjung Pesona dengan gratis, tidak lama disini setelah sholat Ashar kami melanjutkan perjalanan karena tidak ingin kemalaman dijalan.

Pantai Tanjung Pesona

Pantai Tanjung Pesona
 
Sunset ditengah - tengah pekuburan Cina menjelang Sungai Liat
Sore kami sudah tiba di Sungai Liat, kami mampir makan di warung nasi padang, kami sholat magrib di masjid samping warung padang. Sehabis shalat magrib kami berniat menginap di masjid karena untuk melanjutkan kerumah bang Ryan masih 10 km lagi. Saya mengabarkan bang Ryan lewat sms kalau kita gak jadi kerumah bang Ryan, dan berniat menginap di masjid, dibalas bang Ryan “dirumah abang aja bro, sudah disapin kamar sama makan malam” jadi gak enak kalau gak nginep di bang Ryan karena dia sudah nyiapin buat saya dan bang Hendry, akhirnya kami bermalam dirumah bang ryan, malam itu kita ngobrol sampai larut malam.











Tidak ada komentar :

Posting Komentar