Rabu, 30 Juli 2014

SERUPUT KOPI KULI DI DAPUR RUMAH ANDREA HIRATA #SunsetBabel



Setelah perjalanan panjang dari lokasi wisata Batu Buyung, sore saya tiba di Gantung, kecamatan kecil di ujung timur Pulau Belitung, tidak ada yang istimewa dengan Gantung, kalau bukan karena Andrea Hirata dengan film yang diangkat dari novel “ Laskar Pelangi”. Gantung tidak akan seterkenal sekarang. Tidak ada petunjuk besar untuk menuju lokasi syuting sekolah laskar pelangi, saya sempat terlewat jauh, beruntung saya bertanya seseorang yang lewat naek motor dia memberitahu lokasi dan mengantarkan saya ke lokasi, padahal cukup jauh, baik sekali abang ini.  untuk menuju ke sekolah laskar pelangi sebenarnya melewati Museum Kata Andrea Hirata, tapi saya memilih mengunjungi lokasi syuting sekolah Laskar Pelangi baru baliknya mampir ke Museum Kata.


Jalan menuju ke Gantung

Jalan menuju ke Gantung

Lokasi syuting sekolah Laskar Pelangi

Lokasi syuting sekolah Laskar Pelangi

Lokasi syuting sekolah Laskar Pelangi

Lokasi syuting sekolah Laskar Pelangi

Sekembalinya dari lokasi syuting sekolah laskar pelangi saya sempatkan sore itu mampir di Museum Kata Andrea Hirata. “ mas naek sepeda darimana? ” tanya mbak yang menerima saya di museum, “ saya dari Jakarta mbak, tapi saya hanya bersepeda keliling pesisir Pulau Belitung Bangka” jawab saya, “ jauh juga mas, oia di dalam lagi ada Mas Andrea Hirata kalo mau ketemu, jarang – jarang loh dia ada di sini “ kesempatan langka nih, kali aja bisa foto bareng sama mas Andrea Hirata.

Bangunan lama ini dahulunya adalah rumah keluarga Andrea Hirata, dan dia dibesarkan, oleh Andrea Hirata rumah itu sekarang di jadikan Museum, Dihampir setiap ruangan dipenuhi foto – foto tokoh pemain utama Laskar Pelangi, potongan cerita - cerita Laskar Pelangi dan karya – karya sastra Andrea Hirata lainnya, ada beberapa sampul buku Laskar Pelangi dengan versi beberapa Negara, beberapa foto tokoh – tokoh yang menginspirasi setiap karya Andre Hirata. Di ruang belakang terdapat dapur dengan gaya rumah lama melayu lengkap dengan kompor tungku, berfungsi juga sebagai kedai kopi kuli, saya memesan segelas kopi untuk melepas penat sambil menikmati suasana “doeloe”.

Beberapa kali saya berusaha mendekati mas Andrea Hirata, tapi sangat susah banyak tamu yang minta untuk foto bareng, ngobrol dan ada juga sekelompok anak muda yang berteater memerankan penggalan cerita Laskar Pelangi seperti yang ada di film. Sudahlah lebih baik saya melanjutkan menikmati kopi kuli sambil mata ini dan mata kamera merekam tempat penuh cerita dan aktifitas cerita ini.


Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Menikmati kupi kuli dari dapur rumah Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Andrea Hirata dan para penggemarnya

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Menikmati kupi kuli dari dapur rumah Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Museum kata Andrea Hirata

Masih ada 20 km lagi untuk menuju kota Manggar, sore itu sepeda saya kayuh sekuat mungkin agar tidak kemalaman dijalan, menjelang sore saya sudah tiba di pemerintahan kota Manggar, untuk mencapai kota Manggarnya masih harus menempuh 5 km lagi. Di depan RSUD Kota Manggar ada danau yang dipagar  besi berkawat, saya mengabadikan detik – detik matahari terbenam dari balik pagar besi berkawat.

Sunset dibalik pagar kawat

Sunset dari depan Rumah Sakit Manggar
Malam jam 19.00 saya diterima Bang Dian di kedai kopinya tepat didepan tugu 1001 kedai kopi, saya memesan segelas kopi O, sebutan kopi hitam orang Belitung, Bang Dian adalah teman dari teman saya Roman Sumantri yang juga hobi bersepeda jarak jauh, bedanya om Roman Sumantri urat capenya sudah putus. Sebutan kota Manggar adalah kota 1001 warung Kopi, setiap sudut kota dipenuhi dengan kedai kopi, tidak peduli pagi, siang dan malam selalu dipenuhi pengunjung, terlebih di akhir pekan bertambah ramai dengan pengunjung wisata dari luar pulau Belitung, dan biasanya dipertengahan bulan Juni selalu diadakan Festival 1001 warung kopi, sayang saya datang tidak tepat waktu acara.

Malam ini saya bermalam dirumah bang Dian, Bang Dian mengajak saya ke Gantung  melihat audisi band lokal untuk mengisi salah satu kafe milik kawan bang Dian di Gantung, tapi saya sudah terlalu lelah, malam ini saya memilih istirahat untuk mengisi energi besok melanjutkan perjalanan.

YANG MANA BATU BUYUNGNYA? #SunsetBabel



semalam, soto khas Belitung, bedanya saya minta dibikinin porsi double untuk ekstra tenaga melanjutkan ke Gantung. Setelah sarapan saya berpamitan dengan Bang Yus untuk melanjutkan perjalanan, dan Bang Yus menyarankan mampir ke Batu Buyung, searah menuju Gantung asal lewat jalan pesisir.

Selepas desa Batu Itam, Simpang Pesak Jalannya sangat sepi, disisi kiri dan kanan jalan dipenuhi semak belukar yang menutup sisi jalan, mungkin karena terlalu jarang dilewati. Esoknya setelah sarapan pagi (07/06/14) dengan menu yang sama seperti Saya tiba di sebuah gapura tanpa dilengkapi keterangan, disekelilingnya tidak ada warung atau rumah penduduk, orang yang melintas dijalan rayapun tidak ada. Saya masuk kedalam gapura jalan, menurun tajam sampai di ujung aspal dengan area parkir mobil, dari sini terlihat laut lepas dari ketinggian, bukan tanah yang saya pijak tapi batu yang seukuran lapangan basket yang langsung menjorok dalam kelaut, disisi kiri saya terdapat batu seukuran kira – kira mobil avanza, ada sebuah pendopo kosong tidak terawat, Apakah ini lokasi wisata Batu Buyung? ingin bertanya tapi sama siapa? Disini benar – benar sepi tanpa petugas atau orang yang melintas.

Jalan yang sepi, disisi kiri dan kanan jalan habis tertutup semak belukar

Di sisi kiri adalah Batu Buyung

Batu dengan luas hampir seukuran lapangan basket


Jalan ke Batu Buyung


Pendopo di Batu Buyung yang tidak terawat

Sangat disayangkan, sama seperti fasilitas di Pantai Punai tidak terawat dan yang lebih disayangkan tidak ada penanda atau petunjuk di gapura, kalau benar ini Batu Buyung, pantas saja banyak cerita – cerita masyarakat setempat yang lebih berbau magis, karena memang disekitar lokasi wisata tidak terdapat perkampungan ataupun warung seperti biasanya ada di lokasi wisata.



Senin, 28 Juli 2014

DIAJAK CHEK IN KE HOTEL DI TANJUNG PENDAM, #SunsetBabel



Tiba di Pelabuhan penumpang Tanjung Pandan hujan turun dengan derasnya, saya berkenalan dengan Romadona, dia adalah karyawan PT. Timah, dan Romadona ternyata kawannya Firman di Saka Bahari Bangka Belitung, Romadona dan bersama beberapa karyawan PT. Timah yang penyelam kerja berencana akan mengikuti rangkaian kegiatan “The largest underwater photography exhibition in Belitung” dalam rangka hari lingkungan hidup.

Sore itu saya diajak Romadona menginap dihotel tempat mereka menginap,di Tanjung Pendam, padahal rencananya malam ini saya mau menumpang bermalam Pos TNI AL Tanjung Pandan untuk besok pagi melanjuti perjalanan ke Pantai Punai, Belitung Timur. Gak nyangka aja hari pertama di Pulau Belitung uda menang banyak.

Setelah sarapan saya berpamitan dengan Romadona dan kawan – kawan penyelam PT. Timah, saya melanjutkan menuju Pantai Punai selatan pulau Belitung. Sebenarnya saya diajak untuk ikut kegiatan mereka tapi pertimbangan waktu yang tidak banyak, saya melanjutkan perjalanan sesuai rencana.

Menginap di hotel bersama teman - teman penyelam PT. Timah

Bersama Romadona, sesaat sebelum berangkat

Eks. Rumah Tuan Kuase

Sepi dengan pemandangan kiri kanan pertambangan timah





Pagi itu (06/06/14) ditemani rintik hujan saya melanjutkan perjalanan, selama perjalanan saya hanya berpatokan peta wisata yang saya unggah ke smartphone dari web http://www.indonesia-tourism.com, saya tidak membawa GPS atau peta  cetak karena saya yakin dengan keramahan penduduk Pulau Belitung untuk bertanya.

Perjalanan menuju Pantai wisata Punai yang terletak di desa Tanjung Kelumpang, kecamatan Dendang, kabupaten Belitung Timur, menurut hitungan google maps sejauh 85 km, dan rute yang saya pilih melewati Badau yang merupakan kecamatan bagian dari kabupaten Belitung, jalan yang sangat mulus dan sepi sesekali bertemu dengan kendaraan double cabin berpenggerak 4 roda, kalau lihat dari kotornya, mobil ini dipakai untuk pertambangan atau perkebunan yang melalui jalan tidak beraspal.

Di simpang Badau saya berhenti sebentar, berencana bertanya kemana arah menuju Tanjung Kelumpang, belum sempat saya dirikan standar sepeda, ada seorang bapak melintas naik motor langsung berputar arah, dan menanyakan hendak kemana, saya bilang saya hendak ke Tanjung Kelumpang ke pantai Punai, dan si Bapak membantu mengarahkan, si bapak memberi saran ke Batu Baginda di desa Membalong, awal rencana ingin kesana tapi mempertimbangkan waktu saya memilih langsung ke Pantai Punai. Benar ramah orang Belitung saya belum sempat turun dari sepeda, si bapak bela – belain putar balik hanya untuk membantu mengarahkan.

Selesai shalat jumat di desa Air Batu, Badau saya sempat ditanya jamaah, “bapak jualan apa?” saya jelaskan kalau saya sedang liburan dan bersepeda keliling pulau Belitung, mereka bertanya lagi “tidurnya dimana? Dananya darimana? Dari partai yak?” saya jelaskan saya berencana bermalam dilokasi wisata yang jadi tujuan saya dengan pasang tenda atau menumpang di warung, untuk biaya pribadi bukan dari partai, “tahu jalannya darimana?” saya jawab saya liat peta dari HP atau saya bertanya dijalan.. danterakhir mereka menyarankan saya mampir ke kantor desa untuk meminta peta dan dukungan, untk peta masih okelah, tapi untuk meminta dukungan saya masih mampu dengan kantong sendiri, karena persiapan perjalanan ini sudah saya siapkan dari tahun lalu, jadi saya sudah menabung.

Jam sudah menunjukkan pukul 14.00 cacing di perut kompak bernyanyi, sepanjang jalan saya belum menemukan warung nasi, 3 kilometer menjelang Dendang akhirnya saya menemukan warung nasi padang, lahap saya makan dengan porsi ekstra kuli. Kecamatan Dendang sudah saya lalui, sudah tidak jauh menuju desa Tanjung Kelumpang. Desa Jangkang, Desa Nyuruk, dan terakhir tiba di Desa Simpang Pesak jam 16.30 dari sini terlihat penunjuk arah lurus ke Gantung / Manggar belok kiri ke Tanjung Kelumpang / Pantai Punai, menurut pemilik warung tempat saya belanja tinggal 20 kilometer ntk sampai ke Pantai Punai. Saya sempat mandi dikali bersama anak - anak yang bermain di kali.





Setiba di Pantai Punai jam 17.30 berharap bisa melihat sunset, gagal karena matahari terhalang langit yang mendung, saya menyempatkan foto – foto aktifitas nelayan cumi yang menambatkan perahu disalah satu sisi pantai sehabis memasang bubu. Fasilitas wisata di Pantai Punai sangat memadai, MCK, mushala, penginapan area bermain anak – anak, sayangnya kelihatan tidak terawat. Malam ini saya bermalam di warung Bang Yus, makan malam menunya soto Belitung, kalo saya lihat lebih mirip lontong sayur dikasih bihun dan daging ayam disuir – suir, tapi masakan istrinya Bang Yus memang maknyus.

Jarang liat tanda rambu wisata

Pantai Punai

Pantai Punai

Pantai Punai

Pantai Punai

Cottage di Pantai Punai yang dikelola pemerintah Belitung Timur

 
Soto Belitung


TRAUMA EXPRESS BAHARI 8 #SunsetBabel



Hujan sejak subuh tidak juga berhenti, rencananya pagi ini (05/06/14) saya mau ke rumah opung Sinpo di Pangkal Pinang terpaksa ditunda, saya baru bisa keluar siang hari jam 11.00 ditemani kak Firman saya menuju kota Pangkal Pinang dan ke rumah opung Sinpo, mampir ke patok 0 km Pangkal Pinang buat bukti otentik sudah sampai di pulau Bangka, karena waktu yang terbatas saya tidak bisa berlama – lama, setiba di rumah kak Firman jam 12.00, saya bergegas untuk gowes ke Pelabuhan penumpang Pangkal Balam, karena jadwal kapal jetfoil Express Bahari yang ke Tanjung Pandan berangkat jam 13.00, sebelum berpamitan dengan keluarga kak firman dan istrinya kak Merry saya disuguhkan oleh ibunya kak Merry makan siang Model dan lempah Kuning, Lempah Kuning ini makanan khas Pulau Bangka yang isinya ikan tenggiri dengan kuah berbumbu kunyit, cabai merah, bawang merah, bawang putih, lengkuas dan belacan ditambah irisan buah nanas yang menambah segar masakan.

Adik -adik Saka Bahari Babel lagi persiapan kegiatan
 
Bersama Kak Firman, Saka Bahari Babel

Bersama opung Sinpo

0 KM Pangkal Pinang

Kantor walikota Pangkal pinang


Sepeda di parkir di geladak utama yang terdapat dihaluan kapal, dan saya mendapat kursi dideret pertama kelas executive berhadapan langsung dengan AC portable, bukannya gak mau dikelas ekonomi, pertimbangannya beli tiket kelas ekonomi hanya bisa dibeli saat jetfoil akan berangkat, tidak bisa dibeli jauh – jauh hari, dan kesempatan menyebrang setiap hari hanya sekali dari Pangkal Balam pukul 13.00, dan dari Tanjung Pandan pukul 07.00 di hari selasa libur, lagipula selisih harga tiket ekonomi dan executive hanya Rp. 20.000.

Rencana saya ingin istirahat di jetfoil selama perjalanan 4 jam menyeberang selat Gaspar, tapi apa daya.. posisi kursi yang langsung menghadap AC portable membuat saya susah tidur karena kedinginan, untuk menghangatkan badan sesekali saya naik ke geladak atas di kelas ekonomi, bagian buritan jetfoilnya terdapat area terbuka yang bikin kita bebas memandang keluar.



 
Sepeda di parkir digeladak

Menyeberangi jembatan yang belum selesai

Add caption

Kelas executive KM Bahari Express


Sebelum terbakar, di buritan dipakai penumpang untuk merokok

Kelas Ekonomi dan kantin

Di jetfoil Express Bahari tidak seperti bus malam yang menyediakan area merokok, walaupun area buritan atas terbuka, Semenjak kebakaran jetfoil Express Bahari di selat Nasik tahun 2013 yang memakan korban nyawa 4 orang yang disebabkan oleh puntung rokok, penumpang dilarang keras merokok di jetfoil, untuk mencegah penumpang yang membandel tetap merokok, dipasang kamera cctv di buritan, ada beberapa penumpang yang membandel merokok sambil ngumpet – ngumpet diburitan, oleh petugas yang memantau cctv langsung dinegur dengan keras.

Saya kembali ke kursi tempat saya duduk, lumayan bisa selonjoran 3 seat kursi yang sejajar dengan kursi saya kosong, sambil nikmatin kopi panas dan kacang goreng saya nonton film jadul melayu, menghiburlah untuk membunuh waktu sampai ke Tanjung Pandan.