Sabtu, 19 Juli 2014

BU WATI, SRIKANDI BAGI KELUARGANYA #SunsetBabel


Terlihat dari cctv komputer agen tiket, kapal KM. Sawita sudah bersandar di pelabuhan, setelah membayar tiket penumpang kapal KM. Sawita tujuan Pangkal Balam seharga Rp. 330.000 sepeda tidak dhitung, saya kayuh sepeda menuju pelabuhan, saya diberitahu Aris agen tiket untuk menuju ke dermaga kapal KM. Sawita bersandar tidak perlu lewat pelabuhan penumpang, langsung dari jalur truk – truk ekspedisi yang akan naik ferry.

Saya membayangkan masuk pelabuhan akan hiruk pikuk tidak beraturan penumpang, bertemu preman – preman, calo – calo penumpang, pedagang asongan, buruh – buruh angkut yang akan memaksakan bawaan kita di angkut mereka. Penilaian saya salah, pelabuhan penumpang sepi dari aktifitas tersebut, buruh angkut ada tapi mereka bekerja di bawah perintah mandor, kalaupun ada pedagang asongan mereka berjualan dengan tertutup, menyamar seperti penumpang, membawa tas dan kantong plastik, menjajakan dagangannya dengan membaur diantara penumpang dan para supir, menawarkannya pun tidak berteriak – teriak, hanya bicara pelan.

Ada yang menarik dari aktifitas bongkar muat barang curah sore itu, diantara buruh – buruh angkut berpeluh keringat yang sedang menaikkan barang curah berisi cabe merah dari mobil bak ke dek atas kapal KM. Sawita menggunakan tambang dan katrol, ada sesosok berbeda dengan buruh - buruh lainnya. Bersarung tangan, bercelana pendek, menggunakan kaos lengan panjang garis horizontal berwarna garis merah, coklat, putih yang kumal. dia adalah ibu Wati Saya tahu setelah kawannya ada yang memanggil namanya. Bersama 2 orang buruh lainnya ibu Wati menarik barang curah berisi cabe merah ke atas kapal KM. Sawita menggunakan tambang yang diikatkan ke katrol diatas kapal untuk membantu naik. Tidak diistimewakan teman – teman buruh lainnya, bu Wati diperlakukan sama, apa yang dikerjakan buruh yang laki, bu Wati juga mengerjakannya, tidak tampak raut muka Bu Wati minta dikasihani, saat saya tanya, ibu Wati hanya menjawab tersenyum. Diantara teman – teman buruh laki lainnya. Bu Wati adalah sama. Sama – sama buruh yang mencari nafkah untuk keluarga, bedanya Bu Wati adalah Srikandi di mata keluarganya.

Bu Wati dan buruh - buruh lainnya sedang menaikkan barang ke atas kapal mnggunakan tambang dan katrol

Bu Wati
 
beramai - ramai para buruh menaikkan barang curah ke kapal
Rencananya pukul 20.00 kapal berangkat, sampai Pukul 21.00 kapal juga belum loading, truk – truk ekspedisi dari Pulau Bangka masih berada di perut kapal KM. Sawita, kapal akan terlambat berangkat karena masih ada kapal tongkang yang sedang menurunkan alat – alat berat, selesai kapal tongkang loading barulah KM. Sawita bisa loading dengan membuka pintu rampa yang berada diburitan untuk menurunkan muatan truk – truk.

Aktifitas pelabuhan Tanjung Prok dilihat dari pintu kapal KM. Sawita

Para supir ngobrol menunggu kapal berangkat

Aktifitas pelabuhan Tanjung Priok

Sepeda parkir di dalam kapal KM. Sawita

KM. Star Belitung yang sedang loading di samping kapal KM. Sawita

Truk diparkirkan di dalam kapal, dibantu para abk

Pukul 23.00 akhirnya KM. Sawita bisa loading, setelah menurunkan semua truk – truk yang ada di dalam kapal, bergantian truk – truk ekspedisi yang akan ke Bangka masuk satu persatu, ada seseorang yang bertanggung jawab mengatur masuknya truk kedalam kapal, dia harus memperkirakan ukuran dan bobot truk selanjutnya diatur ditempatkan secara seimbang agar kapal tidak miring, terlebih kapal fery ini akan berlayar jauh melewati laut bebas, tidak seperti kapal yang menyeberangi selat hanya memakan waktu beberapa jam saja.

Truk – truk sudah terparkir rapi di dalam kapal, disini kelihaian supir ekspedisi benar – benar diuji, para supir masuk kedalam hanya menggunakan naluri saat truk berjalan mundur dan hanya dipandu abk yang bertugas mengatur parkir truk, karena semua spion di truk ditekuk saat masuk, spion ditekuk gunanya agar jarak antar truk dapat parkir saling rapat, selain dapat menghemat area parkir juga saat ombak besar truk tidak terbalik karena saling mengunci satu sama lain, setelah parkir seluruh roda diikat ke lantai kapal menggunakan rantai agar tidak bergerak.

Sebenarnya KM. Sawita sudah selesai loading sejak pukul 24.00, baru berangkat berlayar pukul 01.00 menunggu perintah berlayar oleh syahbandar yang bertugas mengatur lalu lintas pelayaran pelabuhan.

Kapal yang didominasi para supir – supir ekspedisi ini ternyata nyaman, ruangan yang berpendingin udara, saya bisa dengan leluasa untuk istirahat tidur karena ruangan penumpang lesehan yang tidak terlalu ramai, mushala yang bersih di kelilingi kaca kita bisa melihat pemandangan luar dengan bebas, memang toilet dan kamar mandi menjadi satu, tapi air tawarnya melimpah ruah untuk kita gunakan mandi ataupun buang air cukup nyamanlah.

Area penumpang dilengkapi pendingin udara

Tampak area penumpang dari tangga ke mushala

Mushala berada diatas, dikelilingi kaca

Untuk membunuh waktu perjalanan selama 18 jam ini banyak saya isi ngobrol dengan supir – supir ekspedisi, mereka rata – rata memang khusus membawa truk dengan rute ke Pulau Bangka dan Pulau Belitung, jadi di kapal serasa dirumah bagi mereka, hampir semua supir, abk sampai kapten saling kenal karena kapal yang berlayar ke Pulau Bangka Belitung memang tidak banyak.

“Jangan sesekali nyolong di kapal, kalau gak mau dibuang kelaut” ancaman buat maling yang tertangkap, pengalaman para supir penyeberangan ke Bangka lebih aman dibandingkan penyeberangan yang lain, ada supir yang bercerita dia pernah kehilangan 2 karung bawang merah saat menyeberang ke Bakauheni, setelah lapor keamanan kapal tidak mendapat respon dan kapal keburu bersandar.

Rabu (04/06/14) pukul 21.00, terlihat dari kejauhan lampu – lampu kapal, KM. Sawita akan memasuki perairan muara Pangkal Balam, lalu lintas di perairan ini tidak diatur oleh syahbandar dan tidak ada kapal pandu, kapal bergerak lambat dan berhati – hati. Di beberapa pinggiran sungai diberi patok – patok bambu yang diberi lampu, ini penanda agar kapal menjauh dari patok tersebut karena daerah tersebut dangkal.

Pukul 22.00 kapal bersandar di pelabuhan penumpang Pangkal Balam, kawan – kawan saya yang dari pramuka Saka Bahari Lanal Bangka Belitung, dan juga opung Sinpo Petrus Simanjuntak yang saya baru kenal saat bertemu di rumah kawan di Setu Babakan ikut menjemput. Lega rasanya tiba di daratan, rasanya badan masih limbung setelah berlayar selama 18 jam.

Malam ini saya bermalam dirumah kak Firman salah satu anggota Saka Bahari yang juga dijadikan sanggar saka Bahari di Bangka Belitung di Pangkal Balam, setelah selesai berbincang – bincang dengan kawan – kawan Saka Bahari Babel, opung Sinpo dan om Abing, saya beristirahat.

1 komentar :